----

---

Minggu, 03 November 2013

Seks Abu-Abu di Rumah Karaoke

http://gadohotz.blogspot.com/
Download >> Seks Abu-Abu di Rumah Karaoke, Bak cendawan di musim hujan, tempat karaoke atau rumah bernyanyi tumbuh subur di mana-mana. Di hotel berbintang. Di mal-mal. Di tengah kota, di pinggir kota atau tempat keramaian lain. Begitu mudah sekarang kita menjangkaunya.

Tak ada yang salah dari tempat karaoke, di manapun keberadaannya. Persoalan baru lahir ketika tempat yang sejatinya buat pelepas penat dan stres itu berubah fungsi menjadi media transaksi birahi. Dan, celakanya, di banyak tempat karaoke, jual beli jenis ini menjadi lumrah.


Benar, nyaris tak ada rumah bernyanyi yang terang-terangan menyediakan wanita penghibur atawa, kalau di tempat karaoke, akrab disebut pemandu lagu (PL). Tapi, faktanya ada.

Bukan seperti lokalisasi di mana transaksi seks berlangsung benderang dan berlangsung di tempat, di rumah bernyanyi jual beli "kesenangan" terjadi samar-samar. Pun, tak semua PL mau menerima order sampingan. Transaksi seks di rumah karaoke berada di garis abu-abu.

Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta, Arie Budhiman, menabalkan dugaan itu. Ia memastikan, rumah karaoke bukan tempat prostitusi. Bahwa di situ ada pemandu lagu, menurutnya, tugas mereka memang hanya menemani tamu bernyanyi.

"Mereka itu freelance. Ya artinya tidak benar bahwa pemandu lagu terus Anda anggap prostitusi. Itu tidak benar, kecuali Anda ada buktinya, laporkan saja ke polisi," kata Arie kepada Metrotvnews.com, belum lama ini.

Tapi bukan berarti pemda diam saja ketika di salah satu tempat karaoke ada penyimpangan. Hanya, kata Arie, pencabutan izin usaha tak bisa serampangan. Pemda juga harus pro-bisnis karena di situ ada lapangan kerja dan penyumbang pendapatan daerah.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto menambahkan, secara umum, setiap tempat hiburan beroperasi sesuai perizinan yang diterbitkan. Karaoke ya karaoke. Di karaoke itu ada makanan, minuman, lagu, operator, dan ada pemandu karaoke sebagai kelengkapan. Itu berjalan dari dulu.

Pengelola tak berani macam-macam. Yang umum terjadi, menurut Rikwanto, mereka kecolongan. Pengunjung yang menyusupkan, bisa narkoba, perempuan, dan bahkan ada yang sampai bawa strepties. Tutup pintu, aman semuanya. "Tempat hiburan itu hanya dijadikan wadah".

Ada dua cara untuk menertibkan operasi tempat hiburan "nakal". Pertama, penggerebekan. Menurut Rikwanto, efek penggerebekan besar. "Ikan" bisa ditangkap, tapi merusak putaran ekonomi di tempat itu.

"Banyak yang lari. Banyak yang nggak bayar dan orang nggak mau datang lagi. Itu merugikan putaran ekonomi," kata Rikwanto.

Cara kedua, dan ini yang sering dilakukan polisi, operasi dilakukan dengan cara silent. Menangkap ikan di kolam tanpa membuat keruh airnya. Tak menggangu pengunjung lain yang memang mencari hiburan.

"Harus penyelidikan mendalam. Kalau sudah ada pelaku, transaksi, dan barang bukti baru kita lakukan," terang dia.
Sumber : (metro: Timi Trieska Dara dan Deni Irwanto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar